Bismillah
Dikisahkan. .
Dulu pernah hidup dua pemahat
hebat.. mereka terkenal hingga diundang Raja berlomba di istananya. Mereka diberikan sebuah ruangan besar dengan
tembok-tembok batu bersebrangan. Persis di tengah ruangan dibentangkan tirai
kain. Sempurna membatasi, memisahkan, sehingga pemahat yang satu tidak bisa
melihat yang lain. Mereka diberikan waktu seminggu untuk membuat pahatan di
tembok batu masing-masing.
“Kau tahu apa yang terjadi?
Pemahat pertama, memutuskan menggunakan seluruh pahat, alat-alat, dan berbegai
peralatan lainnya yang bisa dipergunakan untuk membuat pahatan indah di tembok
batunya. Dia juga menggunakan cat-cat warna, hiasan-hiasan, dan segalanya.
Orang itu terus memahat berhari-hari, tidak mengenal lelah, hingga akhirnya
menghasilkan sebuah pahatan yang luar biasa indah. Siapapun yang melihatnya
sungguh tak akan bisa membantah betapa indah pahatan itu.
“Tirai kemudian dibuka,
tercenganglah pemahat pertama. Meski dia sudah bekerja keras siang malam,
persis dihadapannya, pemahat kedua ternyata juga berhasil memahat dinding yang
lebih indah darinya. Berkilau indah. Berdesir si pemahat pertama. Berseru
kepada Raja, dia akan menambah elok
pahatannya! Berikan dia waktu!. Dia kana mengalahkan pemahat kedua. Maka tirai ditutup
lagi. Tanpa henti pemahat pertama mempercantik dinding bagiannya, berhari-hari.
Hingga dia merasa saingannya tidak akan bisa membuat yang lebih indah
dibandingkan miliknya.
“Tirai dibuka untuk kedua
kalinya. Apa yang dilihat pemahat pertama? Sungguh dia terkesiap. Ternganga.
Dinding di seberangnya lagi-lagi elok memesona. Dia berdesir tidak puas.
Berteriak meminta waktu tambahan lagi. Begitu saja seterusnya, hingga
berkali-kali. Pemahat pertama terus meminta waktu tambahan, dan dia selalu saja
merasa dinding batu miliknya kalah indah dibandingkan milik pemahat kedua.
“Tahukah kau, Ray, pemahat kedua
sejatinya tidak melakukan apapun terhadap dinding batunya. Dia hanya
menghaluskan dinding itu secemerlang mungkin, membuat dinding itu berkilau
bagai cermin. Hanya itu. . . sehingga setiap kali tirai dibuka, dia sempurna
hanya memantulkan hasil pahatan pemahat petama.
“Ray, itulah beda antara
irang-orang yang keterlaluan mencintai dunia dengan orang =orang yang bijak
menyikapi hidupnya. Orang-orang yang terus merasa hidupnya kurang maka dia
tidak berbeda dengan pemahat pertama, tidak akan pernah merasa puas. Tapi
orang-orang bijak, orang-orang yang berhasil menghaluskan hatinya secemerlang
mungkin, membuat hatinya bagai cermin, maka dia bisa merasakan kebahagiaan
melebihi orang terkaya sekalipun
dikutip dari Novel Tere Liye
#Rembulan Tenggelam di Wajahmu
bab 33