Minggu, 25 Mei 2014

Karena itu Wanita. .

Bismillah.
kali ini kita berbicara tentang wanita. Adakah yang pernah mendengar lagu Maidany yang seperti ini liriknya :

Ia ibarat kaca yang berdebu
Jangan terlalu keras membersihkannya 
Nanti ia mudah retak dan pecah 

Ia ibarat kaca yang berdebu 
Jangan terlalu lembut membersihkannya 
Nanti ia mudah keruh dan ternoda 

Ia bagai permata keindahan 
Sentuhlah hatinya dengan kelembutan 
Ia sehalus sutera di awan 
Jagalah hatinya dengan kesabaran 

Lemah-lembutlah kepadanya 
Namun jangan terlalu memanjakannya 
Tegurlah bila ia tersalah 

Namun janganlah lukai hatinya 
Bersabarlah bila menghadapinya 
Terimalah ia dengan keikhlasan 
Karena ia kaca yang berdebun
Semoga kau temukan dirinya
Bercahayakan iman

Jumat, 23 Mei 2014

Percik embun- Antara Dia dan Kita

Lelaki renta itu,
dengan kehalusan hatinya ingin ber-Islam
menjadi sebab turunnya ayat.
Abasa watawalla', Rasul pun ditegur Allah karenanya.
seorang miskin lagi buta,
bukan berarti tak lebih utama
dari para pemuka negara

Lelaki renta itu,
pernah minta keringanan
untuk tidak ikut sholat berjamaah di masjid
karena dia buta
karena dia sebatang kara
karena masjid jauh sekali dari rumahnya
tapi tanya Rasul, Apakah engkau masih mendengar adzan?
saat dijawabnya masih, maka kata Rasul, Kalau begitu, berangkatlah

lalu, tunduk patuh ia pada perintah
sekali pun tak pernah ia sanggah
tiap sholat lima waktu sholat berjamaah

meski fajar masih pekat
dan jarak masjid tak dekat,
ia meraba-raba dalam gelap
hingga suatu saat, kakinya tersandung bongkahan batu
badannya terjerembab jatuh,
mukanya tersungkur di runcingnya batu
berdarah-darah

Kisah Dua Pemahat

Bismillah

Dikisahkan. . 
Dulu pernah hidup dua pemahat hebat.. mereka terkenal hingga diundang Raja berlomba di istananya. Mereka diberikan sebuah ruangan besar dengan tembok-tembok batu bersebrangan. Persis di tengah ruangan dibentangkan tirai kain. Sempurna membatasi, memisahkan, sehingga pemahat yang satu tidak bisa melihat yang lain. Mereka diberikan waktu seminggu untuk membuat pahatan di tembok batu masing-masing.
“Kau tahu apa yang terjadi? Pemahat pertama, memutuskan menggunakan seluruh pahat, alat-alat, dan berbegai peralatan lainnya yang bisa dipergunakan untuk membuat pahatan indah di tembok batunya. Dia juga menggunakan cat-cat warna, hiasan-hiasan, dan segalanya. Orang itu terus memahat berhari-hari, tidak mengenal lelah, hingga akhirnya menghasilkan sebuah pahatan yang luar biasa indah. Siapapun yang melihatnya sungguh tak akan bisa membantah betapa indah pahatan itu.
“Tirai kemudian dibuka, tercenganglah pemahat pertama. Meski dia sudah bekerja keras siang malam, persis dihadapannya, pemahat kedua ternyata juga berhasil memahat dinding yang lebih indah darinya. Berkilau indah. Berdesir si pemahat pertama. Berseru kepada Raja, dia akan menambah elok pahatannya! Berikan dia waktu!. Dia kana mengalahkan pemahat kedua. Maka tirai ditutup lagi. Tanpa henti pemahat pertama mempercantik dinding bagiannya, berhari-hari. Hingga dia merasa saingannya tidak akan bisa membuat yang lebih indah dibandingkan miliknya.
“Tirai dibuka untuk kedua kalinya. Apa yang dilihat pemahat pertama? Sungguh dia terkesiap. Ternganga. Dinding di seberangnya lagi-lagi elok memesona. Dia berdesir tidak puas. Berteriak meminta waktu tambahan lagi. Begitu saja seterusnya, hingga berkali-kali. Pemahat pertama terus meminta waktu tambahan, dan dia selalu saja merasa dinding batu miliknya kalah indah dibandingkan milik pemahat kedua.
“Tahukah kau, Ray, pemahat kedua sejatinya tidak melakukan apapun terhadap dinding batunya. Dia hanya menghaluskan dinding itu secemerlang mungkin, membuat dinding itu berkilau bagai cermin. Hanya itu. . . sehingga setiap kali tirai dibuka, dia sempurna hanya memantulkan hasil pahatan pemahat petama.
“Ray, itulah beda antara irang-orang yang keterlaluan mencintai dunia dengan orang =orang yang bijak menyikapi hidupnya. Orang-orang yang terus merasa hidupnya kurang maka dia tidak berbeda dengan pemahat pertama, tidak akan pernah merasa puas. Tapi orang-orang bijak, orang-orang yang berhasil menghaluskan hatinya secemerlang mungkin, membuat hatinya bagai cermin, maka dia bisa merasakan kebahagiaan melebihi orang terkaya sekalipun

dikutip dari Novel Tere Liye

#Rembulan Tenggelam di Wajahmu bab 33